Pages

Subscribe:

Senin, 04 Maret 2013

Gegar Budaya


Definisi Culture Shock
Istilah culture shock pertama kali diperkenalkan oleh antropologis bernama Oberg. Menurutnya, culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambing dan symbol yang familiar dalam hubungan social, termasuk didalamnya seribu satu cara yang mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya: bagaiman untuk memberi perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu merespon.
Banyak definisi dari para ahli tentang gegar budaya, namun pada initinya, jika kami menyimpulkan, gegar budaya adalah kondisi kecemasan yang dialami seseorang dalam rangka penyesuaiannya dalam lingkungan yang baru di mana nilai budaya yang ada tidak sesuai dengan nilai budaya yang dimilikinya sejak lama. Deddy Mulyana lebih mendasarkan gegar budaya sebagai benturan persepsi yang diakibatkan penggunaan pesepsi berdasarkan faktor-faktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari orang yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang nilai-nilai budayanya berbeda dan belum ia pahami. Lingkungan baru dapat merujuk pada agama baru, sekolah baru, lingkungan kerja baru, dsb.

Reaksi pada culture shock
Reaksi terhadap culture shock bervariasi antara 1 individu dengan individu lainnya, dan dapat muncul pada waktu yang berbeda. Rwekasi-reaksi yang mungkin terjasi, antara lain:
  1. antagonis/ memusuhi terhadap lingkungan baru.
  2. rasa kehilangan arah
  3. rasa penolakan
  4. gangguan lambung dan sakit kepala
  5. homesick/ rindu pada rumah/ lingkungan lama
  6. rindu pada teman dan keluarga
  7. merasa kehilangan status dan pengaruh
  8. menarik diri
  9. menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka
Tingkat-tingkat Culture shock (u-curve)
Meskipun ada berbagai variasi reqaksi terhadap culture hock, dan perbedaan jangka waktu penyesuaian diri, sebagian besar literatur menyatakan bahwa orang biasanya melewati 4 tingkatan culture shock. Keempat tingkatan ini dapat digambarkan dalam bentuk kurva u, sehingga disebut u-curve.
Fase optimistic, fase pertama yang digambarkan berada pada bagian kiri atas dari kurva U. fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru
Masalah cultural, fase kedua di mana maslah dengan lingkungan baru mulai berkembang, misalnya karena kesulitan bahasa, system lalu lintas baru, sekolah baru, dll. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis daalm culture shock. Orang menjadi bingung dan tercengan dengan sekitarnya, dan dapat menjadi frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan, mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan menjadi tidak kompeten.
Fase recovery, fase ketiga dimana orang mulai mengerti mengenai budaya barunya. Pada tahap ini, orang secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dalam caranya menanggulangi budaya baru. Orang-orang dan peristiwa dalam lingkungan baru mulai dapat terprediksi dan tidak terlalu menekan.
Fase penyesuaian, fase terakhir, pada puncak kanan U, orang telah mengertpi elemen kunci dari budaya barunya (nilai-nilai, adapt khusus, pola keomunikasi, keyakinan, dll). Kemampuan untuk hidup dalam 2 budaya yang berbeda, biasanya uga disertai dengan rasa puas dan menikmati. Namun beberapa hali menyatakan bahwa, untuk dapat hidup dalam 2 budaya tersebut, seseorang akan perlu beradaptasi kembali dengan budayanya terdahulu, dan memunculkan gagasan tentang W curve, yaitu gabungan dari 2 U curve.
Deddy Mulyana menyebut gegar budaya sebagai suatu penyakit yang mempunyai gejala dan pengobatan tersendiri. Beberapa gejala gegar budaya adalah buang air kecil, minum, makan dan tidur yang berlebih-lebihan, takut kontak fisik dengan orang-orang lain, tatapan mata yang kosong, perasaan tidak berdaya dan keinginan untuk terus bergantung pada penduduk sebangsanya, marah karena hal-hal sepele, reaksi yang berlebihan terhadap penyakit yang sepele, dan akhirnya, keinginan yang memuncak untuk pulang ke kampung halaman.
Derajat gegar budaya yang mempengaruhi orang berbeda-beda. Ada beberapa orang yang tidak dapat tinggal di negara asing. Namun, banyak pula yang berhasi menyesuaikan diri dengan lingkunagan barunya. Deddy Mulyana juga memaparkan tahapan-tahapan penyesuaian orang terhadap lingkungan barunya yang hampir mirip dengan tahapan sebelumnya. Tahap pertama yang disebut tahap ‘bulan madu’ berlangsung dalam beberapa minggu sampai 6 bulan dimana kebanyakan orang senang melihat hal-hal baru. Orang masih bersemangat dan beritikad baik dalam menjalin persahabatan antarbangsa. Tahap kedua dimulai ketika orang mulai menghadapi kondisi nyata dalam hidupnya, ditandai dan dimulai dengan suatu sikap memusuhi dan agresif terhadap negeri pribumi yang berasal dari kesulitan pendatang dalam menyesuaikan diri. Misalnya kesulitan rumah tangga, kesulitan transportasi dan fakta bahwa kaum pribumi tak menghiraukan kesulitan mereka. Pendatang menjadi agresif kemudian bergerombol dengan teman-teman sebangsa dan mulai mengkritik negeri pribumi, adat-istidatnya, dan orang-orangnya. Tahap ketiga pendatang mulai menuju ke kesembuhan dengan bersikap positif terhadap penduduk pribumi. Tidak lagi menimpakan kesulitan-kesulitan yang dialami sebagai salah penduduk pribumu atas ketidanyamanan yang dialaminya tetapi mulai menanggulanginya, “ini masalahku dan aku harus menyelesaikannya”. Pada tahap keempat, penyesuaian diri hampir lengkap. Pendatang sudah mulai menerima adat-istiadat itu sebagai cara hidup yang lain. Bergaul dalam lingkungan-lingkungan baru tanpa merasa cemas, walau kadang masih ada ketegangan sosial yang nantinya seiring dalam pergaulan sosialnya ketegangan ini akan lenyap. Akhirnya pendatang telah memahami negeri pribumi dan menyesuaikannya, hingga akhirnya, ketika pulang ke kampung halaman pun kebiasaan di negeri pribumi tersebut akan dibawa-bawa dan dirindukan.

Contoh Gegar Budaya
Program internasional yang dibuka oleh bebarapa sekolah didunia membuka kemungkinan adanya siswa-siswa yang datang dari budaya yang berbeda untuk belajar bersama-sama ditempat yang merka datangi. Kerjasama yang diadakan oleh pemerintah, seperti pertukaran pelajar ataupun pemberian beasiswa keluar negeri menjadi salah satu penyebab Akulturasi Kebudayaan. Sebagai contoh adalah sarapan pagi di Indonesia, sarapan pagi bagi kebanyakan orang Indonesia menggunakan nasi, sehingga mereka akan merasa belum kenyang apabila belum merasakan nasi di lambung mereka ketika sarapan pagi. Namun berbeda bagi mereka orang luar negeri, misalkan Amerika Serikat. Mereka setiap sarapan pagi hanya menggunakan roti dan susu. Hingga suatu saat ketika orang dari kedua Negara bertemu mereka akan mengalai gegar budaya. Karena mereka harus sarapan dengan makana yang tidak biasa mereka santap dipagi hari. Orang Indonesia akan kesulitan dan merasa kurang kenyang apabila makan roti. namun sebaliknya, orang Amerika akan merasa sangat kekenyangan apabila mereka makan nasi sebagai menu sarapan paginya karena kandungan karbohidrat yang berlebihan.

1 komentar:

Muhammad Amin mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar