Pages

Subscribe:

Senin, 04 Maret 2013

Penelitian Eksperimen



PEMBAHASAN
1.1.  Definisi Penelitian Eksperimen Menurut Para Ahli
·        Menurut Faisal (1982: 76)
Suatu metode yang sistematis dan logis untuk menjawab pertanyaan :”Jika sesuatu dilakukan pada kondisi-kondisi yang dikontrol dengan teliti, maka apakah yang akan terjadi?”.
·        Menurut Sugiyono (2011: 72)
Metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali.
·        Menurut Fraenkel, dkk (2012: 265)
Penelitian eksperimen adalah unik di dalam dua hal yang sangat penting. Penelitian ini merupakan satusatunya jenis penelitian yang secara langsung mencoba untuk mempengaruhi suatu variabel tertentu, dan ketika benar diterapkan. Penelitian ini juga merupakan jenis penelitian yang terbaik dalam pengujian hipotesis hubungan sebab akibat atau kausalitas.
·        Menurut Hadi (1985)
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan secara sengaja oleh peneliti.
·        Latipun (2002)
Penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati.
·        (Alsa 2004) Hakekat penelitian eksperimen (experimental research) adalah meneliti pengaruh perlakuan terhadap perilaku yang timbul sebagai akibat perlakuan Eksperimen merupakan modifikasi kondisi yang dilakukan secara sengaja dan terkontrol dalam menentukan peristiwa atau kejadian, serta pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada peristiwa itu sendiri (Moch. Ali, 1993:134)
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut, dapat dipahami bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suatu treatment atau perlakuan terhadap subjek penelitian. Jadi penelitian eksperimen dalam pendidikan adalah kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan/tindakan/treatment pendidikan terhadap tingkah laku siswa atau menguji hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh tindakan itu jika dibandingkan dengan tindakan lain.
1.2. Tujuan Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen bertujuan:
1.      Menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian
2.      Memprediksi kejadian atau peristiwa di dalam latar eksperimen
3.      Menarik generalisasi hubungan antarvariabel
1.3. Karakteristik Penelitian Eksperimen
Ciri-ciri yang membedakan eksperimen dari jenis penelitian lain adalah adanya:
(1)   Manipulasi variable
Bila kita melakukan eksperimen, maka secara sengaja kita mengintervensi terjadinya hubungan kausal.
·        Situasi (variabel bebas) yang diasumsi sebagai penyebab munculnya gejala (variabel terikat) secara sengaja dimanipulasi.
·        Manipulasi variabel itu dilakukan dengan menempatkan subjek pada situasi tersebut, dan mencegah kemungkinan munculnya faktor lain yang dapat mencemari situasi itu.
(2)   Kontrol
Kesimpulan tentang hubungan kausal antara variabel bebas dan variabel terikat dengan valid, bila dilakukan pengontrolan pengaruh variabel lain terhadap variabel terikat.
·        Pengontrolan ini menggunakan apa yang disebut dengan kelompok kontrol. Dalam berbagai segi, keberadaan kelompok kontrol sarna dengan kelompok eksperimen.
·        Satu-satunya perbedaan adalah, pada kelompok eksperimen diberi perlakuan (treatment), sedangkan pada kelompok control tidak ada perlakuan.
·        Dengan demikian, bila muncul gejala yang berbeda antara kedua kelompok, maka itu dianggap sebagai pengaruh perlakuan atau treatment effect.
(3)   Penugasan Random (RANDOM ASSIGNMENT)
·        Dalam konteks eksperimen, perandoman dilakukan dalam dua kegiatan, yaitu dalam memilih subjek yang menjadi sampel (pemilihan random atau random selection), dan dalam menugaskan setiap subjek yang menjadi sampel ke dalam salah satu dari kelompok eksperimen atau kelompok kontrol, yang disebut dengan penugasan random alau random assignment.
·        Pemilihan random berfungsi membuat kelompok subjek yang menjadi sampel itu representatif terhadap populasi.
·        Adapun fungsi penugasan random adalah agar sebelum pelaksanaan eksperimen, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol keadaannya sama (homogen), sehingga bila setelah eksperimen terjadi perbedaan pada kedua kelompok itu, perbedaan yang terjadi adalah pengaruh dari perlakuan.
(4)   Perlakuan (Treatment)
·        Eksperimen pada intinya sama dengan observasi. Perbedaan antara keduanya terletak pada objek yang diamati.
·        Pada observasi yang bukan eksperimen, objek yang diamati telah ada, sedangkan pada eksperimen objek yang diamati itu diciptakan situasi munculnya oleh peneliti.
·        Memunculkan objek pengamatan itu adalah melalui perlakuan atau treatment.
1.4. Syarat-syarat Penelitian Eksperimen
Sebuah penelitian dapat berjalan baik dan memberikan hasil yang akurat jika dilaksanakan dengan mengikuti kaidah tertentu. Seperti halnya dengan penelitian eksperimen, akan memberikan hasil yang valid jika dilaksanakan dengan mengikuti syarat-syarat yang ada. Berkaitan dengan hel tersebut, Wilhelm Wundt dalam Alsa (2004) mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian eksperimental, yaitu:
(1)   Peneliti harus dapat menentukan secara sengaja kapan dan di mana ia akan melakukan penelitian;
(2)   Penelitian terhadap hal yang sama harus dapat diulang dalam kondisi yang sama;
(3)   Peneliti harus dapat memanipulasi (mengubah, mengontrol) variabel yang diteliti sesuai dengan yang dikehendakinya;
(4)   Diperlukan kelompok pembanding (control group) selain kelompok yang diberi perlakukan (experimental group).
1.5. Proses Penelitian Eksperimen
Langkah-langkah dalam penelitian eksperimen pada dasarnya hampir sama dengan penelitian lainnya. Menurut Gay (1982 : 201) langkah-langkah dalam penelitian eksperimen yang perlu ditekankan adalah sebagai berikut.
a.       Adanya permasalahan yang signifikan untuk diteliti.
b.      Pemilihan subjek yang cukup untuk dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
c.       Pembuatan atau pengembangan instrumen.
d.      Pemilihan desain penelitian.
e.       Eksekusi prosedur.
f.       Melakukan analisis data.
g.      Memformulasikan simpulan.
2.6. Pembagian dalam Penelitian Eksperimen
1.      Eksperimental Murni (True Experimental)
·         Mengikuti seluruh prosedur & syarat eksperimen terutama dalam : kontrol  variabel, pemberian manipulasi (perlakuan)  dan pengujian hasil
·         Semua variabel dikontrol, kecuali variabel independen yang akan diuji pengaruhnya  terhadap variabel dependen
·         Kelompok  eksperimen diberi perlakuan khusus (variabel yang akan diuji akibatnya), sedang kelompok kontrol  diberi perlakuan lain (yang biasa dilakukan) dan hasilnya  dibandingkan  dengan kelompok eksperimen
·         Pengukuran/pengujian menggunakan instrumen baku (tes standar)

2.      Eksperimental Semu (Quasi Experimental)
·         Pada dasarnya sama dengan eksperimen murni, bedanya dalam pengontrolan variable.
·         Pengontrolan tidak pada semua variabel ttp hanya pada satu variabel yg cukup dominan dan minimal dipasangkan (matching).
·         Umpamanya dari dua kelas yang akan diambil sebagai kelompok kontrol dan  eksperimen, setelah dilakukan pengukuran kecerdasan, diambil secara berpasangan, yang IQnya 140, 135, 130 sampai dengan IQ  90.

3.      Eksperimental Lemah (Weak Experimental)
·         Disebut  pra eksperimen karena tidak ada penyamaan karakteristik (random) dan tidak ada pengontrolan variable
·         Desain dan perlakuannya seperti penelitian eksperimen ttp tidak ada pengontrolan variabel sama sekali
·         Lemah kadar validitasnya
·         Model ini sebaiknya hanya dipergunakan sbg latihan
·         Sebaiknya tdk digunakan  utk tesis, disertasi atau penelitian yang hasilnya digunakan untuk pengambilan keputusan, penentuan kebijakan maupun pengembangan ilmu

4.      Eksperomental Subjek Tunggal (Single Subject Experimental)
·         Eksperimen terhadap subjek tunggal (satu atau dua orang)
·         meneliti individu tanpa perlakuan dan kemudian  dgn perlakuan  serta  akibatnya thdp variabel dependen diukur  dalam kedua kondisi tersebut
·         Agar memiliki validitas internal yg tinggi  disain eksperimen tunggal harus memperhatikan karakteristik : (1) pengukuran yg ajeg; (2) Pengukuran yg berulang-ulang ; (3) Deskripsi kondisi; (3) garis dasar, kondisi perakuan , rentang waktu relatif lama dan pada tahap awal eksperimen I individu diamati sampai menunjukan keadaan stabil baru  kemudian diberi perlakuan; rentang waktu  pada tahap awal disebut garis dasar (based line); (4)  ketentuan variabel . selama perlakuan eksperimen  variabel yg diubah pada satu subjek hanya satu variabel supaya nampak pengaruhnya
·         Eksperimen ini  dilakukan dalam bentuk variasi bentuk eksperimen : baik   eksperimen murni, quasi maupun lemah
·         Minimal menggunakan  menggunakan quasi, kalau untuk latihan dalam kuliah bisa menggunakan  eksperimen lemah.




KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat diperoleh simpulan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suatu treatment atau perlakuan terhadap subjek penelitian. Metode eksperimen merupakan metode yang paling produktif karena jika dilakukan dengan baik akan dapat menjawab hipotesis yang utamanya berkaitan dengan hubungan sebab akibat. Oleh karena itu, penelitian yang sering dilakukan peneliti dalam dunia pendidikan adalah penelitian eksperimen.


Nama:  Zulkifli                                    (1102055071)
            Therty Indriana Musa             (1102055079)
            Clinton Yusuf SL                   (1102055096)
            Avia Anggraeni                       (1102055095)
            Leonard Jean Loesi                 (1102055100)
            Sri Lestari                                (1102055110)
Kelas:  Ilmu Komunikasi Reg B 2011












DAFTAR PUSTAKA

Faisal, S. (1982). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Zuriah, N. (2006). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Alsa, Asmadi. (2004) Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suryabrata, Sumadi. (2011). Metode Penelitian. Jakarta: PT RajaGravindo Persada.

Harlem Shake - Ilmu Komunikasi Reg B 11

Gegar Budaya


Definisi Culture Shock
Istilah culture shock pertama kali diperkenalkan oleh antropologis bernama Oberg. Menurutnya, culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambing dan symbol yang familiar dalam hubungan social, termasuk didalamnya seribu satu cara yang mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya: bagaiman untuk memberi perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu merespon.
Banyak definisi dari para ahli tentang gegar budaya, namun pada initinya, jika kami menyimpulkan, gegar budaya adalah kondisi kecemasan yang dialami seseorang dalam rangka penyesuaiannya dalam lingkungan yang baru di mana nilai budaya yang ada tidak sesuai dengan nilai budaya yang dimilikinya sejak lama. Deddy Mulyana lebih mendasarkan gegar budaya sebagai benturan persepsi yang diakibatkan penggunaan pesepsi berdasarkan faktor-faktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari orang yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang nilai-nilai budayanya berbeda dan belum ia pahami. Lingkungan baru dapat merujuk pada agama baru, sekolah baru, lingkungan kerja baru, dsb.

Reaksi pada culture shock
Reaksi terhadap culture shock bervariasi antara 1 individu dengan individu lainnya, dan dapat muncul pada waktu yang berbeda. Rwekasi-reaksi yang mungkin terjasi, antara lain:
  1. antagonis/ memusuhi terhadap lingkungan baru.
  2. rasa kehilangan arah
  3. rasa penolakan
  4. gangguan lambung dan sakit kepala
  5. homesick/ rindu pada rumah/ lingkungan lama
  6. rindu pada teman dan keluarga
  7. merasa kehilangan status dan pengaruh
  8. menarik diri
  9. menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka
Tingkat-tingkat Culture shock (u-curve)
Meskipun ada berbagai variasi reqaksi terhadap culture hock, dan perbedaan jangka waktu penyesuaian diri, sebagian besar literatur menyatakan bahwa orang biasanya melewati 4 tingkatan culture shock. Keempat tingkatan ini dapat digambarkan dalam bentuk kurva u, sehingga disebut u-curve.
Fase optimistic, fase pertama yang digambarkan berada pada bagian kiri atas dari kurva U. fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru
Masalah cultural, fase kedua di mana maslah dengan lingkungan baru mulai berkembang, misalnya karena kesulitan bahasa, system lalu lintas baru, sekolah baru, dll. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis daalm culture shock. Orang menjadi bingung dan tercengan dengan sekitarnya, dan dapat menjadi frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan, mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan menjadi tidak kompeten.
Fase recovery, fase ketiga dimana orang mulai mengerti mengenai budaya barunya. Pada tahap ini, orang secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dalam caranya menanggulangi budaya baru. Orang-orang dan peristiwa dalam lingkungan baru mulai dapat terprediksi dan tidak terlalu menekan.
Fase penyesuaian, fase terakhir, pada puncak kanan U, orang telah mengertpi elemen kunci dari budaya barunya (nilai-nilai, adapt khusus, pola keomunikasi, keyakinan, dll). Kemampuan untuk hidup dalam 2 budaya yang berbeda, biasanya uga disertai dengan rasa puas dan menikmati. Namun beberapa hali menyatakan bahwa, untuk dapat hidup dalam 2 budaya tersebut, seseorang akan perlu beradaptasi kembali dengan budayanya terdahulu, dan memunculkan gagasan tentang W curve, yaitu gabungan dari 2 U curve.
Deddy Mulyana menyebut gegar budaya sebagai suatu penyakit yang mempunyai gejala dan pengobatan tersendiri. Beberapa gejala gegar budaya adalah buang air kecil, minum, makan dan tidur yang berlebih-lebihan, takut kontak fisik dengan orang-orang lain, tatapan mata yang kosong, perasaan tidak berdaya dan keinginan untuk terus bergantung pada penduduk sebangsanya, marah karena hal-hal sepele, reaksi yang berlebihan terhadap penyakit yang sepele, dan akhirnya, keinginan yang memuncak untuk pulang ke kampung halaman.
Derajat gegar budaya yang mempengaruhi orang berbeda-beda. Ada beberapa orang yang tidak dapat tinggal di negara asing. Namun, banyak pula yang berhasi menyesuaikan diri dengan lingkunagan barunya. Deddy Mulyana juga memaparkan tahapan-tahapan penyesuaian orang terhadap lingkungan barunya yang hampir mirip dengan tahapan sebelumnya. Tahap pertama yang disebut tahap ‘bulan madu’ berlangsung dalam beberapa minggu sampai 6 bulan dimana kebanyakan orang senang melihat hal-hal baru. Orang masih bersemangat dan beritikad baik dalam menjalin persahabatan antarbangsa. Tahap kedua dimulai ketika orang mulai menghadapi kondisi nyata dalam hidupnya, ditandai dan dimulai dengan suatu sikap memusuhi dan agresif terhadap negeri pribumi yang berasal dari kesulitan pendatang dalam menyesuaikan diri. Misalnya kesulitan rumah tangga, kesulitan transportasi dan fakta bahwa kaum pribumi tak menghiraukan kesulitan mereka. Pendatang menjadi agresif kemudian bergerombol dengan teman-teman sebangsa dan mulai mengkritik negeri pribumi, adat-istidatnya, dan orang-orangnya. Tahap ketiga pendatang mulai menuju ke kesembuhan dengan bersikap positif terhadap penduduk pribumi. Tidak lagi menimpakan kesulitan-kesulitan yang dialami sebagai salah penduduk pribumu atas ketidanyamanan yang dialaminya tetapi mulai menanggulanginya, “ini masalahku dan aku harus menyelesaikannya”. Pada tahap keempat, penyesuaian diri hampir lengkap. Pendatang sudah mulai menerima adat-istiadat itu sebagai cara hidup yang lain. Bergaul dalam lingkungan-lingkungan baru tanpa merasa cemas, walau kadang masih ada ketegangan sosial yang nantinya seiring dalam pergaulan sosialnya ketegangan ini akan lenyap. Akhirnya pendatang telah memahami negeri pribumi dan menyesuaikannya, hingga akhirnya, ketika pulang ke kampung halaman pun kebiasaan di negeri pribumi tersebut akan dibawa-bawa dan dirindukan.

Contoh Gegar Budaya
Program internasional yang dibuka oleh bebarapa sekolah didunia membuka kemungkinan adanya siswa-siswa yang datang dari budaya yang berbeda untuk belajar bersama-sama ditempat yang merka datangi. Kerjasama yang diadakan oleh pemerintah, seperti pertukaran pelajar ataupun pemberian beasiswa keluar negeri menjadi salah satu penyebab Akulturasi Kebudayaan. Sebagai contoh adalah sarapan pagi di Indonesia, sarapan pagi bagi kebanyakan orang Indonesia menggunakan nasi, sehingga mereka akan merasa belum kenyang apabila belum merasakan nasi di lambung mereka ketika sarapan pagi. Namun berbeda bagi mereka orang luar negeri, misalkan Amerika Serikat. Mereka setiap sarapan pagi hanya menggunakan roti dan susu. Hingga suatu saat ketika orang dari kedua Negara bertemu mereka akan mengalai gegar budaya. Karena mereka harus sarapan dengan makana yang tidak biasa mereka santap dipagi hari. Orang Indonesia akan kesulitan dan merasa kurang kenyang apabila makan roti. namun sebaliknya, orang Amerika akan merasa sangat kekenyangan apabila mereka makan nasi sebagai menu sarapan paginya karena kandungan karbohidrat yang berlebihan.